Lipat Kain. Mendengar kata itu mungkin yang tergambar di benak orang-orang adalah tukang cuci sedang melipati pakaian yang habis disetrika, atau mungkin terbayang maling jemuran sedang menyusun hasil kejahatannya. Mungkin. Karena memang tidak banyak yang kenal, kalau lipatkain juga merupakan nama sebuah kota kecil di benua Asia. Letaknya kira-kira 75 km sebelah selatan kota Pekanbaru, Riau, Republik Indonesia.
Lipat Kain atau disebut juga Kenegrian Lipat Kain terbagi dalam lima wilayah: Lipat Selatan, Lipatkain Utara, Kelurahan Lipat Kain, Sungai Paku dan Sungai Geringging. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani karet dan kelapa sawit. Sementara yang lainnya menjadi nelayan sungai, pedagang, PNS, pekerja kantoran dan karyawan pabrik. Seperti umumnya daerah-daerah di Riau, cuaca di Lipat Kain juga panas. Jika sedang musim kabut asap, Lipat Kain juga sering kebagian meski tidak terlalu parah.
Sekilas memang biasa-biasa saja dengan Lipat Kain. Tidak ada yang unik dan pantas untuk tidak terkenal. Padahal jika ditelisik lebih jauh, Lipat Kain ditakdirkan memiliki keistimewaan yang tidak banyak tempat lain bisa memilikinya. Selama ini, kota khatuliswa yang paling terkenal yang paling sering disebut dimana-mana, serta yang masuk ke buku pelajaran geografi, hanyalah kota Pontianak, Kalimantan Barat. Sementara beberapa daerah lain yang juga dilintasi garis ekuator seperti tidak dianggap. Salah satunya Lipat Kain ini.
Pasca pindahan dari Aceh, di Lipat Kain inilah aku tinggal hingga sekarang. Tentu ada kebanggaan tersendiri bisa tinggal di wilayah yang dilintasi garis horizontal pembagi planet bumi menjadi belahan bumi bagian utara dan belahan bumi bagian selatan ini.
Jika ada yang berencana travelling ke Riau, tidak ada salahnya memasukkan Lipatkain di daftar tempat-tempat yang akan kamu datangi. Dan supaya kunjunganmu lebih berkesan dan gak garing, selain akan aku rekomendasikan tempat-tempat lain yang bisa disinggahi di sekitaran kota Lipatkain, aku juga akan set sedemikian rupa jadwal-jadwalnya. Seperti berikut ini:
Tugu Khatulistiwa
Jarak Pekanbaru – Lipatkain kira-kira 75 kilo. Dengan kendaraan bisa ditempuh sekitar satu setengah dengan kecepatan yang sedang-sedang saja. Hingga berita ini diturunkan, di beberapa titik jalan dari Pekanbaru menuju Lipatkain mengalami kerusakan yang signifikan. Jangan sampai gara-gara tidak hati-hati, tujuannya ke Lipatkain justru sampai ke Balikpapan (kuburan -red).
Upayakan berangkat dari Pekanbaru paling telat jam 07.30. Sehingga diperkirakan jam 09.00 sudah tiba di Lipatkain. Kebetulan letak Tugu Khatulistiwa ini tidak sesusah mencari jodoh. Jadi, begitu sampai di kota Lipatkain, tidak perlu berhenti untuk bertanya-tanya, lanjutkan saja perjalanan dengan syarat sering-sering arahkan pandangan ke sebelah kanan jalan. Nah sekitar sembilan menit kemudian, kamu akan melihat bangunan menjulang tidak terlalu tinggi yang di atasnya terdapat bola dunia. Tidak salah lagi, itulah Tugu Khatulistiwa, landmark-nya kota Lipatkain yang kalian cari-cari selama ini.
Letak tugu ini memang persis di tepi jalan besar. Pengunjung bisa langsung memasuki kawasan Tugu Khatulistiwa secara cuma-cuma. Gratis! Tanpa biaya masuk ataupun parkir. Di sana bisa duduk-duduk santai melepas lelah. Dan yang tidak boleh dilupakan tentu saja foto-foto, mengabadikan bahwa pernah berada tepat di garis lintang 0 derajat.
Satu jam saja sudah sangat cukup untuk berada di sana. Lagipula cuma tugu pemandangan yang dapat dilihat. Entah kalo jomblo sisa-sisa jaman jahiliyah penyembah berhala, yang rela berlama-lama dan berdoa kepada tugu agar diberikan pacar.
Di saat jam sudah menunjukkan pukul 10.00, waktunya kamu beranjak dan bersiap menuju ke destinasi berikutnya.
Thank You
Sama-sama Datuk Jalelo.